MITOS VS FAKTA KELAPA SAWIT


BUKU MITOS DAN FAKTA FINAL (EDISI 3) 2017-Slide.pdf

MITOS 8 – 10
Minyak sawit memicu penyakit kanker.
FAKTA
Kanker termasuk salah satu penyakit yang paling ditakuti karena mampu menghilangkan nyawa manusia setiap tahunnya. Kanker merupakan penyakit akibat pertumbuhan sel tertentu yang liar/ganas, berubah fungsi (mutasi) dan menyerang sel – sel normal dalam tubuh. Penyebabnya bermacam – macam seperti radiasi, virus, bahan kimia dan lain – lain. Teori paling mutakhir penyebab mutasi sel adalah adanya radikal bebas di dalam tubuh.
Untuk mengatasi dan menghambat sel kanker, radikal bebas harus dimusnahkan. Berbagai hasil penelitian didalam maupun diluar negeri (sylvester et al., 1986; Chong, 1987; Sundram et al., 1989; Komiyama et al., 1989; Muhilal dkk, 1991; Iwasaki and Murokoshi, 1992; Goh et al., 1994; Guthrie et al., 1993, 1995) telah membuktikan bahwa konsumsi miyak sawit bermanfaat dalam menekan perkembangan sel kanker, menurunkan dan mengendalikan pertumbuhan (berat dan volume) tumor dan mencegah berbagai penyakit degeneratif lainnya.
Kemampuan yang demikian berhubungan dengan kandungan zat antioksidan seperti karoten (Vitamin A), tokoferol dan tokotrienol (Vitamin E) dari minyak sawit. Sebagai catatan minyak sawit lebih baik dibandingkan dengan minyak kedelai dalam pencegahan penyakit degeneratif karena kandungan antioksidan khususnya tokotrienol minyak sawit dua kali lebih banyak dibanding minyak kedelai (Cho, et al., 2009)

MITOS 8 – 11
Konsumsi minyak sawit dapat menimbulkan diabetes
FAKTA
Dalam beberapa tahun terakhir memang berkembang isu bahwa konsumsi minyak nabati dapat menyebabkan obesitas sehingga berpotensi menimbulkan diabetes. Penelitian tentang pengaruh konsunsi minyak sawit terhadap diabetes sampai saat sangat terbatas dilakukan para ahli gizi dan kesehatan karena kasus tentang hal tersebut jarang ditemukan.
Kasus diabetes terkait dengan sekresi insulin yang sangat penting dalam metabolisme gula darah. Beberpa peneliti yang ada menunjukkan bahwa konsumsi minyak sawit tidak mempengaruhi sekresi insulin sehingga tidak menimbulkan diabetes bahkan cenderung menurunkan kasus diabetes. Sundram, et al (2007); Peairs, et al (2011); dan Fillippou, et al., (2014) menemukan bahwa konsumsi minyak sawit tidak mempengaruhi laju aktivitas/fungsi (sekresi) insulin maupun kadar glukosa darah. Bahkan Bovet, et al., (2009) mengungkapkan bahwa penurunan konsumsi minyak sawit justru meningkatkan kasus diabetes.
Hal yang menarik adalah bahwa konsumsi minyak kedelai hidrogenisasi penuh (fully hydrogenated soybean oil) maupun hidrogenisasi parsial (partially hydrogenated soybean oil) justru menghambat produksi kelenjar insulin, meningkatkan kadar glukosa darah dan menurunkan HDL kolesterol (Sundram et al., 2007).
Dengan demikian sangat jelas bahwa konsumsi minyak sawit sebagai bahan makanan tidak mempengaruhi sekresi inslin maupun diabetes. Sebaliknya konsumsi minyak kedelai yang mengalami hidrogenisasi justru menghambat produksi insulin sehingga berpotensi meningkatkan kasus diabetes.

MITOS 8 – 12
Penggunaan minyak sawit hanya terbatas sebagai minyak goreng.
FAKTA
Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dapat digunakan berbagai penggunaan baik sebagai bahan pangan (edible oil), farmasi, kesehatan, toiletries dan kosmetik (health product) maupun produk bahan bakar & pelumas (non edible). Selain minyak goreng (cooking oil), bahan pangan lain juga menggunakan minyak sawit seperti margarine, trans-free margarine, palm based pourable margarine, reduced fat spreads, shortening, vanaspati, palm based youghurt, ice cream dan lainnya (Tabel 8.5).
Selain untuk bahan pangan, minyak sawit juga menjadi sumber atau bahan untuk menhasilkan produk farmasi (vitamin E, provitamin A, micro encapsulated, antioksidan dan lain - lain), produk kosmetik (sabun cuci, sabun mandi, sabun transparan, body scrub, body deodorant, colour cosmetic, sampo, konditioner).
Tabel 8.5. Penggunaan Minyak Sawit untuk Produk – Produk Pangan, Farmasi, Kesehatan, Toiletries dan Kosmetik
PRODUK MAKANAN
Cooking Oils
Expanded and Extruded Snacks
Drycake and Pastry Mixed
Nuts (Dried)
Trans- free Margarine
Doughnuts
Palm Based Pourable Margarine
Oriental Noodles
Reduced Fat spreads
Confentionary Fat and Coating
Shortening
Sugar Confectionary
Vanaspati
Ice Cream
Bakery Fats
Filed Milk
Biscuits Fats
Coffee Whiteners
Peanut Butter
Palm Based Santan Powder
Flour Confectionery
Palm Based Processed Cheese
Pastry
Microencapsulated Palm Based Product
Drycake and Pastry Mixed
Palm Based Youghurt
Palm Based Spray Oil
Palm Olein Salad Dressing
Frying Oils and Fats
Soup Mixes
Potato Chips
Emulsifiers
PRODUK : FARMASI, KESEHATAN, TOILETRIES, KOSMETIK
Vitamin E
Body Scrub
Provitamin A (Carotine)
Body deodorant
Micro Encapsulated
Colour Cosmetic
Sabun cuci
Sampo
Sabun Mandi
Konditioner
Sabun Transparan
Hand Wash
Moisturazing Cream
Oral Care
Anti - Wrinkle Cream
Detergen
Skin Whitening Cream
Lotion
Suncreen Cream
Lipstick
Facial Cleansing Cream
Antioksidan
Showed Bath
PRODUK BAHAN BAKAR & PELUMAS
Biodiesel Fuel
Transformer Oil
Hydraulic Fluid
Metal Working Fluid
Gear Oil
Derilling Mud
Chainsaw Oil
Grease
Compressor Oil
Car Shampo
Turbin Oil
Ethanol/Biopremium
Biolistrik
Biogas

Selain itu, minyak sawit juga dapat digunakan menjadi bahan produk bahan bakar dan pelumas (biodiesel fuel, hydraulic fluid, gear oil, chainsaw oil, biogas dan lainnya). Dengan demikian minyak sawit bukan hanya untuk minyak goreng saja. Aplikasi minyak sawit sangat luas baik dalam industri pangan, kesehatan, kosmetik maupun industri energi / biomaterial. Ratusan produk yang dapa dihasilkan dari minyak sawit saat ini. Di masa yang akan datang, produk – prodk yang dihasilkan atau menggunakan minyak sawit masih akan bertambah dengan intensifnya penelitian – penelitian pengembangan produk.


BAB 9
Mitos dan Fakta :
Kebijakan Nasional dan Tata Kelola
Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

Salah satu tuduhan terhadap industri minyak sawit Indonesia adalah tentang tata kelola pembangunan perkebunan kelapa sawit yang dipersepsikan tidak berkelanjutan. Berbagai tuduhan bahwa Indonesia tidak memiliki kebijakan nasional berkelanjutan maupun implementsi tata kelola perkebunan kelapa sawit yang baik.
Indonesia mengadopsi paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable developmet) dimana pembangunan ekonomi (profit), social (people) dan pelestarian lingkungan (planet) berjalan secara seimbang, inklusif dan harmoni. Pembangunan ekonomi (developmentalism) dengan mengabaikan kelestarian lingkungan bukanlah pembangunan berkelanjutan. Sebaliknya pembangunan yang hanya melestarikan lingkungan (environmentalism) juga bukan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan akan terwujud jika secara ekonomi berkelanjutan (economic suistainability), secara social berkelanjutan (social sustainability) dan secara lingkungan berkelanjutan (environmental sustainability).
Berikut disajikan dialektika antara mitos dan fakta terkait dengan kebijakan dan tata kelola pembangunan berkelanjutan dan implementasi tata kelola berkelanjutan pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

MITOS 9 – 01
Indonesia tidak memiliki kebijakan nasional pembangunan berkelanjutan.
FAKTA
Proses pembangunan di Indonesia masih berada pada fase awal (early stages) dari lintasan pembangunan (pathway of development) ke masa depan. Namun demikian, sejak awal pemerintah telah meletakkan dasar – dasar kebijakan pengelolaan pembangunan nasional secara lintas sektoral dan lintas wilayah/ruang. Kebijakan nasional yang dimaksud berupa peraturan perundang – undangan mulai dari level Undang – Undang sampai pada peraturan Menteri pelaksanaan Undang – Undang.
Undang – Undang yang terkait dengan pengelolaan pembangunan nasional antara lain (Tabel 9.1) berupa Undang – Undang dan Peraturan Pemerintah yang menyangkut mulai dari kebijakan tata kelola ruang, lahan, teknologi, manajemen, sumber daya manusia, lingkungan, produk dan lain – lain.
Keseluruhan Undang – Undang tersebut secara konvergen mengarus pada paradigma pembangunan berkelanjutan. Indonesia mengadopsi paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dimana pembangunan ekonomi (profit), sosial (people) dan pelestarian lingkungan (planet) berjalan secara seimbang, inklusif dan harmoni.
Pembangunan ekonomi (developmentalism) dengan mengabaikan kelestarian lingkungan bukanlah pembangunan berkelanjutan. Sebaliknya pembangunan yang hanya melestarikan lingkungan (environmentalism) juga bukan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan akan terwujud jika secara ekonomi berkelanjutan (economic sustainability), secara social berkelanjutan (social sustainability) dan secara lingkungan berkelanjutan (environmental sustainability).
Tabel 9.1. Kebijakan dan Tata Kelola Pembangunan Berkelanjutan Nasional di Indonesia
Regulasi/kebijakan
Tentang
Undang-undang Dasar RI 1945 dan Pembukaan
UU No. 12 Tahun 1992
Sistem Budidaya Tanaman
UU No. 5 Tahun 1960
Peraturan Dasar Pokok Agraria
UU No. 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan
UU No. 39 Tahun 2014
Perkebunan
UU No. 32 Tahun 2009
Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU No. 26 Tahun 2007
Penataan Ruang
UU No. 5 Tahun 1990
Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem
UU No. 41 Tahun 1999
Kehutanan
UU No. 17 Tahun 2004
Pengesahan Kyoto Protokol to the United Nations
 Framework Convention in Climate Change
UU No. 29 Tahun 2000
Perlindungan Varietas Tanaman
UU No. 18 Tahun 2012
Pangan
UU No. 8 Tahun 1999
Perlindungan Konsumen
UU No. 36 Tahun 2009
Kesehatan
UU No. 1 Tahun 1970
Keselamatan Kerja
UU No. 40 Tahun 2007
Perseroan Terbatas
UU No. 20 Tahun 2014
Standarnisasi dan Penilaian Kesesuaian
UU No. 3 Tahun 2014
Perindustrian
UU No. 7 Tahun 2014
Perdagangan
UU No. 21 Tahun 2014
Pengesahan Cartagena protokol on Bio Safety to the
Convention on Biological Diversity
UU No. 5 Tahun 1994
Pengesahan United Nations on Biological Diversity
UU No. 23 Tahun 2002
Perlindungan Anak
UU No. 25 Tahun 2007
Penanaman Modal
UU No. 18 Tahun 2013
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
UU No. 19 Tahun 2013
Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
UU No. 25 Tahun 1992
Koperasi

Pembangunan berkelanjutan juga bersifat holistik dan tidak tersekat – sekat (indivisibility). Pembangunan berkelanjutan disuatu daerah tidak mungkin terwujud jika hanya satu sektor atau satu industri/sektor saja yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat secara utuh lintas sektor, lintas wilayah/ruang dan lintas generasi.

MITOS 9 – 02
Kebijakan pembangunan di Indonesia tidak memiliki ruang dan keperdulian pada pelestarian keanekaragaman hayati.
FAKTA
Negara – negara dunia patut belajar dari Indonesia tentang pengelolaan ruang bagi kehidupan. Melalui UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No.26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, Indonesia sudah menetapkan minimum 30 persen dari luar daratan telah ditetapkan sebagai hutan. Ruang daratan dibagi atas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Sehingga Indonesai mengadopsi suatu harmoni dimana kawasan budidaya (sektor perkotaan/pemukiman, industri, sektor pertanian/perkebunan dan lain - lain) dan kawasan lindungan (hutan lindung/konservasi) hidup berdampingan secara harmoni pada ruang masing – masing (Gambar 9.1).
Menurut data tahun 2015 misalnya dari sekitar 187 juta hektar luas daratan Indonesia, berdasarkan data citra satelit (Statistik Kehutanan, 2015) terdapat sekitar 88 juta hektar hutan Indonesia. Berarti sekitar 47 persen dataran masih hutan.

0 Response to "MITOS VS FAKTA KELAPA SAWIT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel