SEJARAH PERKEMBANGAN PERTANIAN



A. Perkembangan Pertanian secara Umum

Penemuan api dan perkembangan pertanian merupakan dua inovasi yang membentuk dasar kebudayaan. Api merupakan landasan dari eksistensi kita dan sukarlah membayangkan manusia tanpa api. Penggunaan api oleh manusia tidak hanya menandai awal kehidupan sosial tetapi akhirnya melahirkan serentetan teknologi yang saling berhubungan. Hasil langsung dari adanya api yang paling penting adalah pemanfaatan persediaan pangan menjadi lebih luas, karena sejumlah pangan adalah tak termakan (unedible), tidak enak rasanya (unpalatable) atau tidak sehat kalau tidak dimasak dulu.

Perkembangan setiap masyarakat secara berkesinambungan bersendi pada ketersediaan suatu sumber pangan yang cukup. Pada masyarakat primitif yang bersendi pada pengumpulan pangan atau perburuan, setiap individu harus terlibat secara total dengan kepastian ketersediaan sumber pangan. Keberlimpahan hanyalah bersifat sementara dan merupakan kekecualian. Pemecahan masalah ini terjadi dengan penciptaan suatu rentetan teknologi yang berhubungan dan kompleks, mencakup hubungan yang serasi antara tanaman pertanian dan ternak, yaitu perkembangan pertanian. 

Sejarah perkembangan pertanian secara relatif merupakan inovasi yang belum lama berselang bila dibanding dengan sejarah manusia, karena manusia semula dalam masa yang lama hanya bertindak sebagai pengumpul makanan. Produksi pangan yang pertama dengan penanaman dan pembudidayaan yang sesungguhnya baru terjadi pada 7.000-10.000 tahun yang silam (pada zaman Neolitik). Di dunia, pertanian nampaknya berkembang secara sendiri-sendiri, pada waktu yang jauh terpisah pada beberapa tempat berlainan. 

Perkembangan pertanian lambat laun membawa keberuntungan dan surplus pangan yang meyakinkan. Keadaan surplus demikian dapat membebaskan beberapa orang yang trampil dengan keahlian lain dari tugas memproduksi pangan. Perkembangan keahlian baru hanyalah mungkin bila kenaikan efisiensi pertanian mengizinkan penggunaan waktu-waktu senggang yang baru diperoleh. Hingga kini, keadaan ini masih berlaku. Hasil akhir pada kenaikan taraf hidup ditandai dari hal – ihwal yang dulu dianggap sebagai suatu kemewahan akhirnya telah menjadi kebutuhan sehari-hari.

Asia Tenggara, dengan geografinya yang beraneka ragam yang mengakibatkan diversifikasi vegetasi, dengan iklim yang lembut, dan kemampuan untuk mempertahankan populasi yang stabil dengan ekonomi dari perburuan dan penangkapan ikan, telah diduga merupakan lokasi yang layak sebagai tempat lahirnya pertanian primitif. Daerah ini, teristimewa kaya akan tanaman-tanaman yang membiak secara vegetatif. Kemungkinan penanaman bagian vegetatif mendahului penanaman biji. Asal-usul pertanian primitif mungkin pada beberapa tempat di dunia secara tersendiri dan berkembang lewat penyebaran dan penyimpangan bentuk-bentuk tanaman baru pada lingkungan baru. Ketika pertanian pindah ke daerah iklim lebih dahsyat, penanaman dengan biji merupakan teknik yang dominan, menggantikan penanaman secara vegetatif. 

Ketika pertanian datang pada Dunia Lama (Asia, Afrika dan Eropa), gerakan mengarah ke lembah sungai, di mana dua bahaya yang sama yaitu kekeringan dan kebanjiran harus diatasi. Perubahan-perubahan raksasa dipercepat dengan inovasi yang diperlukan untuk irigasi dan budidaya tanaman serealia. Teknologi baru menambah kebutuhan akan tingkatan sosial yang lebih tinggi, karya-karya besar dibutuhkan untuk membuat sungai menjadi berfaedah bukannya menjadi ancaman pada manusia. Keberhasilan teknologi ini dapat diukur dari populasi manusia yang didukungnya yang selalu meningkat.

B. Perkembangan Pertanian di Dunia

Pertanian adalah manifestasi kebudayaan/peradaban manusia yang keberadaannya dewasa ini tidak lepas dari sejarah perkembangan kebudayaan / peradaban manusia sejak zaman purbakala. Kegiatan Belajar ini menguraikan tinjauan sejarah perkembangan pertanian di dunia dan sejarah perkembangan pertanian di Indonesia, sehingga pertanian Indonesia menjadi seperti yang ada sekarang. Perkembangan pertanian sangat erat kaitannya dengan perkembangan peradaban manusia. Ada baiknya kita mengenal beberapa model pertanian yang berhubungan dengan sejarah manusia. 

Peradaban kuno Mesopotamia melahirkan kebudayaan yang mempengaruhi kemajuan yang pesat di bidang pertanian kuno. Pada saat itu ekonomi kota berkembang dengan berlandaskan teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil sebagai pusat kekuasaan. Surplus yang terjadi telah menciptakan lembaga ekonomi dan mengembangkan sistem administrasi dan akuntansi yang didukung oleh terciptanya tulisan-tulisan yang merupakan awal kebudayaan. Pengaruh perkembangan pertanian yang menciptakan surplus tersebut merembes ke Siria, Mesir, India, dan Cina. Komoditas yang diusahakan ketika itu antara lain gandum, barlai, kurma, zaitun, dan anggur.

Praktik pertanian Romawi dibukukan dengan baik. Tulisan mengenai pertanian adalah De agricultura karangan Marcus Porceus Cato (234 – 149 SM ), yang menulis aspek-aspek praktis dari pengelolaan tanaman dan ternak. Dalam kebudayaan Romawi telah berkembang teknik penyambungan (grafting dan budding), penggunaan pupuk kandang, pengembalian kesuburan tanah, penyimpanan dingin untuk buah-buahan dan rumah kaca dari mika untuk menanam sayuran pada musim dingin. 

Pada abad pertengahan, runtuhnya kekaisaran Romawi dan invasi negara Barat mendorong teknologi budidaya merambat ke Timur Dekat dan Timur Jauh. Berkebun merupakan bagian integral dari kehidupan biara, yang dapat mendatangkan pangan, anggur, dan obat-obatan. Timbulnya kebudayaan Islam telah menjadi penguat keberadaan teknologi budidaya pertanian tersebut, yang kemudian berkembang lebih pesat pada zaman kebangkitan kembali bangsa – bangsa Eropa.

Perkembangan ilmu pertanian terapan yang pesat di negara maju telah menyebabkan terjadinya perbedaan yang makin besar dengan negara-negara sedang berkembang di dalam kemampuan memberi makan penduduknya. Hal ini disebabkan oleh adanya kesenjangan antara kenaikan efisiensi teknologi pertanian dengan kenaikan jumlah penduduk. Di Amerika Serikat, pada tahun 1910, setiap petani mampu menghasilkan untuk dirinya sendiri dan tujuh orang lain. Kemampuan ini berkembang dengan pesat, yaitu pada tahun 1967 setiap petani dapat menyongkong 40 orang lainnya. Besarnya peningkatan kemampuan tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan efisiensi tenaga kerja akibat perbaikan teknologi. Hal ini berujung pada melimpahnya surplus dengan harga relatif murah. Keadaan ini berlainan dengan keadaan di negara sedang berkembang yang kecukupan produksi belum tercapai dan masih banyak limbah hasil pertanian belum dimanfaatkan karena teknologi belum berkembang sepesat negara maju.

Proses perkembangan pertanian pada umumnya berkaitan dengan upaya transformasi dari sistem pertanian yang mempunyai produktivitas rendah kepada sistem lebih modern yang mempunyai produktivitasnya relatif tinggi dan yang mungkin menimbulkan dampak sampingan terhadap lingkungan akibat penggunaan teknologi dan asupan (input) pertanian modern. Dampak sampingan tersebut tidak hanya ditemui pada pertanian modern tetapi juga ditemui pada pertanian tradisional, sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang meningkat cepat. Meskipun selama ini pertanian tradisional telah sukses mengelola sumberdaya pertanian tanpa melahirkan kerusakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaiki, tetapi permasalahan lingkungan akan timbul akibat tekanan populasi penduduk terhadap lahan yang tersedia relatife sempit sehingga daya dukungnya rendah. 

0 Response to "SEJARAH PERKEMBANGAN PERTANIAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel