Permasalahan Subsistem Agribisnis Pertanian Tanaman Jagung di Indonesia
Permasalahan Subsistem Agribisnis Pertanian Tanaman Jagung di Indonesia
Baru baru ini, terdapat permasalahan inti yang
dialami oleh semua para petani dilokasi pertaniannya masing masing. Hal yang
sama terjadi juga di berbagai daerah dengan eskalasi permasalahan yang tidak
jauh berbeda. Tidak adanya kemampuan solusi yang cepat atas permasalahan
inilah, yang menyebabkan rendahnya produktifitas lahan dan tanaman sehingga
pendapatan para petani selalu pada posisi rendah dan bahkan selalu merugi. Hal ini diperparah lagi dengan faktor paska
panen petani dimana harga sering jatuh atas permainan kualifikasi serta persediaan hasil
panen dari para tengkulak dan penampung.Menurut beberapa penelitian dari para
pakar tanaman,pada umumnya tanaman Jagung tidak bisa sepenuhnya menyerap 100%
pupuk kimia anorganik.Selalu akan ada residu atau sisanya yang tidak
terserap,apalagi banyak petani merasa dan berpendapat dengan pemberian pupuk
melebihi takaran,malah bisa lebih produktif tanamannya.Hal ini adalah salah.
Bagian sisa-sisa pupuk kimia yang tertinggal didalam tanah ini, apabila telah
terkena air dalam periode lama, akan terjadi proses mengikat tanah seperti
layaknya lem/semen.
Terjadinya
kekeringan, pada tanah tersebut, akan terjadi perlengketan yang memadat satu
dengan lain (alias tidak gembur lagi), dan tanah pun menjadi mengeras. Bisa
dibayangkan jika pemupukan kimia dilakukan selama berpuluh tahun tanpa ada
pertukaran dari budaya pupuk kimia dengan pupuk organik. Dipastikanlah anakan
semakin kurus dan ketergantungan dengan pupuk kimia akan semakin membesar
disinilah keterjebakan para petani dengan pupuk kimia sehingga seperti menjadi
pupuk narkoba ada ketergantungan dan ketagihan.
Selain keras memadat
dan tidak gembur, tanah juga menjadi meningkat keasamannya. Kondisi ini
berdampak untuk membuat organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme
penyubur tanah) menjadi mati atau berkurang populasinya. Berbagai jenis
binatang yang bersifat menggemburkan tanah seperti cacing tidak dapat lagi
hidup pada habitat tanah tersebut dan akan kehilangan unsur alamiahnya. Bila ini yang terjadi, maka tanah tidak akan bisa menyediakan berbagai unsur makanan secara mandiri lagi, yang akhirnya akan menjadi sangat bergantung selanjutnya kepada pupuk tambahan, yaitu pupuk kimia anorganik.
1. Permasalahan lahan yang sudah kritis dan
miskin unsur hara tanah.
Terutama lahan tanah
tanaman Jagung di Pulau Jawa, karena sudah sangat sering
menggunakan pupuk kimia anorganik, mengakibatkan unsur hara tanah semakin
miskin dan banyak jasad renik tanah yang mati. Dampaknya adalah tanah semakin
asam serta perlu pengapuran dan bahan lainnya dalam jumlah besar yang berimbang
serta treatment rekondisi tanah dengan pupuk organik agar tanah dapat
menghidupkan kembali jasad renik yang ada didalam tanah yang sangat diperlukan
oleh tanaman.
Pernyataan beberapa
orang pengamat pertanian, beserta beberapa data yang ada, bahwa luas lahan
kritis termasuk lahan pertanian Jagung di Pulau Jawa saat ini mencapai
1.583.000 Hektare (340.000 Ha di Jabar, 634.000 Ha di Jateng, 609.000 Ha di
Jatim) dari total luas Pulau Jawa 13 Juta Ha dan sebagian kecil di antaranya
berada di kawasan hutan milik Perhutani.
Pertanian Nasional
sudah terjebak didalam pemupukan kimia anorganik yang berdampak kepada
percepatan degradasi kesuburan lahan pertanian. Sedangkan dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir sebagai pembanding, telah terjadi penurunan rata-rata
secara berkesinambungan produktivitas lahan sawah di Propinsi Jawa Barat
sebesar 0,755 Ton/Ha. Semua ini bisa terjadi karena berbagai permasalahan,
terutama budaya penggunaan pupuk kimia yang sudah terlalu lama berlangsung. Dan
ini adalah pola dan cara pemupukan yang sangat salah jika tidak ada sama sekali
upaya pemupukan dengan unsur organik secara berjangka panjang.
Keterjebakan para
petani diseluruh Indonesia, adalah dibangunnya beberapa pabrik pupuk kimia oleh
Pemerintah dan tentu hasil produksinya perlu penyerapan dari konsumen petani.
Akibatnya terjadi berbagai cara transaksi kepentingan sebagai pendekatan proyek
distribusi pupuk antara pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi. Disamping
itu, para petani yang selalu terjebak dan korban dengan hanya mau menggunakan
pupuk kimia serta didukung oleh para PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang
juga menjadi pendorong budaya penggunaan pupuk kimia anorganik. Dari data resmi
Pupuk Indonesia, pabrikan pelat merah saat ini memiliki total kapasitas
produksi per tahun mencapai 13,1 juta ton dan ada program peningkatan jumlah
produksi selanjutnya.
Untuk dapat
memperbaiki segera lahan pertanian yang sudah kritis dan miskin unsur hara,
diperlukan keberanian dari semua pihak untuk out of the box yaitu meninggalkan
pemupukan kimia anorganik dan kembali menggunakan pupuk organik yang lebih
alami. Disamping itu, untuk mereparasi lahan pertanian (soil reparation),
dibutuhkan program penggapuran dan pemberian tepung belerang yang berimbang
(untuk menurunkan pH tanah yang semula tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan
tingkat kegaraman tanah) secara berimbang dan terukur sesuai dengan kondisi dan
lokasi lahan pertaniannya.
2. Permasalahan
Pupuk.
Setiap ada pengolahan sebuah hamparan lahan
pertanian, selalu diperlukan
periode perlakuan pemupukan yang berimbang. Harapan dari cara dan proses
pemupukan tersebut adalah adanya hasil pertanian dan produktifitas tanaman jagung yang bisa mencapai target sesuai maksimalisasi
produktif kemampuan tanaman Jagung. Pemupukan bisa
dilakukan dengan pupuk kimia (anorganik) atau pupuk non kimia (organik) yang
masing masing memiliki kelebihan dan kelemahannya.
Biasanya dalam jangka pendek, pupuk kimia
memang sangat mampu untuk bisa mempercepat masa tanam karena kandungan haranya
bisa diserap langsung oleh tanah dan tanaman, namun di sisi lain bila
penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang, justru akan menimbulkan dampak
yang sangat negatif kepada tanah dan tanaman Jagung.
Berbagai upaya pemupukan yang dilakukan,
merupakan bagian ikhtiar para petani jagung
untuk pengelolaan kesuburan tanah. Jika hanya mengandalkan sediaan hara dari
tanah apa adanya, tanpa penambahan unsur hara lainnya, produk pertanian akan
semakin merosot. Hal ini disebabkan ketimpangan antara pasokan dan persediaan
unsur hara serta kebutuhan tanaman akan unsur hara. Hara yang ada didalam
tanah, secara berangsur-angsur selalu akan berkurang karena diserap oleh
tanaman bersama hasil panen disamping ada pemanasan dan penguapan. Pengelolaan,
pengolahan hara tanah yang terpadu antara pemberian pupuk organik dan pembenah
akan meningkatkan efektivitas penyediaan hara, serta menjaga mutu tanah agar tetap
berfungsi secara lestari. Serta tanamanpun akan mendapatkan asupan nutrisi yang
cukup dalam produktifitasnya.
Tujuan utama pemupukan yang tepat dan
berimbang adalah untuk menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk
mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen yang
diharapkan. Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk
dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang
tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pertumbuhan
tanaman tersebut. Tanaman dapat menggunakan pupuk secara optimum hanya pada
perakaran aktif, tetapi sangat sukar menyerap hara dari lapisan tanah yang
kering atau padat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir dan diprediksi berdasarkan
kenaikan bobot kering tanaman atau kemampuan serapan hara terhadap satuan hara
yang ditambahkan dalam pupuk tersebut pada kondisi lahan yang subur serta
kondusif cukup unsur hara dan nutrisi.
Pemberian bahan unsur hara adalah untuk
memperbaiki suasana dan kondisi tanah, baik fisik, kimia atau biologisnya yang
kita sebut dengan pembenahan tanah. Bahan-bahan tersebut termasuk mulsa
(pengawet lengas tanah, penyangga temperatur), pembenah tanah (soil
conditioner, untuk memperbaiki struktur tanah), pengapuran tanah pertanian
(untuk bisa menaikkan pH tanah yang terlalu rendah, atau untuk mengatasi
kemungkinan adanya keracunan Al dan Fe), unsur tepung belerang (untuk
menurunkan pH tanah yang semula tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan tingkat
kegaraman tanah). Rabuk (pupuk) kandang dan hijauan, kompos, pupuk organik cair
dibaurkan ke dalam tanah adalah dengan maksud pemupukan berimbang dalam tujuan
pembenah dan perbaikan tanah pertanian. Saat ini sebagian besar petani belum
menerapkan prinsip pemupukan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas hasil
tidak maksimal sesuai potensi tanaman.
Permasalahan lain, yaitu keterbatasan modal
dan ketersediaan pupuk tepat waktu dan tepat jumlah. Terkait dengan permodalan,
sebagian besar petani jagung masih menggunakan modal sendiri belum ada dukungan
dari perbankan atau lembaga permodalan lainnya. Akibatnya, petani memupuk
sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sementara itu, di sejumlah daerah
distribusi pupuk juga masih belum lancar sehingga sering terjadi pupuk tidak
tersedia pada saat diperlukan. Akibatnya, terjadi rekayasa (mark-up) jumlah
anggota kelompok didalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), sehingga
jumlah pupuk bersubsidi bisa terpenuhi. Sering terjadinya kondisi ini,
menyebabkan produktivitas jagung di tingkat petani masih saja rendah sebagai
dampak permasalahan kerusakan kesuburan lahan.
Untuk memperbaiki lahan tanaman, sudah banyak
pupuk organik yang telah teruji dilapangan serta handal didalam memperbaiki
unsur hara tanah serta mendukung produktifitas tanaman. Persediaannya juga
sangat banyak tidak sesulit proses pengadaan pupuk bersubsidi. Harga rataan
pupuk organik cair 1 Liter setara 1 ton pupuk kandang, hanya sebanyak 40
liter/Ha pada harga a Rp. 77.000,-/Liter kisaran Rp.3.080.000,-/Ha dan ditambah
dengan KOHE (Kotoran Hewan) sebanyak 45 Ton/Ha. Kapur sebanyak 6,5 ton
tergantung angka keasaman tanah dengan deteksi tester.
3. Permasalahan Benih tanaman Jagung.
Tidak hanya di
Indonesia, bahwa beberapa perusahaan besar sudah menguasai bibit/benih tanaman Jagung. Bahkan di dunia sampai saat ini, para petani Jagung adalah sering menjadi korban dari sebuah perseteruan
penguasaan dari beberapa perusahaan besar atas benih.
Pertanian dari sebuah
negara, bisa terancam oleh industri yang ingin menguasai benih dengan segala
cara karena benih sudah dimonopoli oleh hanya beberapa perusahaan saja,
sebaiknya kita dapat menggunakan maksimal 4-5 merek benih terbaik saja. Oleh
karena itu, banyak para petani sangat bergantung pada benih-benih dari
penguasaan beberapa perusahaan besar tersebut yang sudah merupakan bagian dari
pangan utama manusia. Makanya diperlukan regulasi yang berkeadilan yang bisa
memberi keamanan bagi setiap petani Jagung.
Hal terpenting dalam
industri benih
Jagung, adalah memanfaatkan para
ahli genetik, teknologi hibrida, dan agrokimia, jika ingin menguasai benih
dalam tujuan meningkatkan keuntungan para perusahaan industri benih dan
berbagai cara untuk bisa memaksa secara tidak langsung para petani sebagai
konsumen tetap mereka dan tergantung pada benih industri mereka.
Sebenarnya industri
benih telah merampas benih petani dan melakukan manipulasi terhadap benih
tersebut, menandai dan mematenkannya, sehingga memaksa, para petani dari
seluruh dunia, untuk membeli benih baru dari industri disetiap tahunnya.
Petani tidak bisa
lagi menyimpan dan menyeleksi benih dari hasil panennya untuk ditanam di tahun
yang akan datang. Dengan metode hibrida yang tidak bisa diproduksi kembali oleh
para petani, dan hak kekayaan industri atas benih berupa paten atau sertifikasi
varietas tanaman, yang dipaksakan melalui perjanjian internasional dan hukum
Nasional. Tindakan ini sudah merupakan bentuk pencurian, karena semua benih
industri pada kenyataannya adalah hasil dari seleksi selama ribuan tahun dan
telah dimuliakan dan dipelihara oleh para petani, serta kini, diambil alih hak
patennya oleh perusahaan industri benih.
Perusahaan benih
secara UU memiliki otoritas mengendalikan, membangun monopoli dan merampas
kesejahteraan petani, pemerintah yang melayani mereka, menempatkan pangan untuk
manusia dan pertanian dalam kondisi yang beresiko. Segenggam varietas yang
memiliki sifat genetik seragam telah menggantikan ribuan varietas lokal,
mengikis keanekaragaman genetik yang bertahan dalam sistem pangan petani.
Indonesia telah
terjebak dalam skema perusahaan-perusahaan multinasional di bidang pertanian
dan pangan yang berlindung di balik kekuatan kapitalisme global. Misalnya,
dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan, namun
pemerintah masih harus memenuhi proses penelitian yang memakan waktu lama untuk
memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati,
sehingga akibatnya, produk yang dihasilkan dari penelitian pemerintah, belum
dapat dilepas ke publik atau ke petani. (pendapat dari Dr.Arif Zulkifli
Nasution).
Selanjutnya, didalam
kenyataannya, pemerintah didalam pengadaan benih bagi petani selalu ditenderkan
per kebutuhan wilayah dengan harga yang ditekan sesuai dengan program patokan
pemerintah. Akibatnya, terjadi permainan kualifikasi benih yang tidak sesuai
lagi dengan kualifikasi bibit unggul dan yang terjadi serta diterima para
petani adalah benih F2, F3 dan merupakan ledekan petani adalah benih F16 kata
mereka.
Bantuan Benih Jagung
Hibrida Umum adalah hasil produksi perusahaan nasional dan multinasional yang
jumlahnya maksimal 60% dari total program bantuan benih jagung tahun 2017.
Tingkat penggunaan benih unggul yang masih rendah ini antara lain disebabkan
harga benih jagung hibrida relatif tinggi sehingga tidak terjangkau oleh
sebagian besar petani. Rataan benih jagung yang direkomendasi pemerintah dalam
1 Ha adalah 15 Kg.
4. Permasalahan
Pemasaran hasil pertanian.
Hasil produksi petani selalu belum memenuhi
kualifikasi yang baik, hal ini terjadi karena pertanian kita belum intensif
terorganisir diberbagai desa. Seperti pertanian jagung hasil per Ha
selalu tidak stabil dan rataan 6-7 Ton/Ha diberbagai daerah hanya pada kisaran
hasil jagung kering pipil kadar air (KA18-24) sehingga harga ketika panen juga
akan menurun, sedangkan yang diterima dengan harga tinggi di penampung (Corn
Drier) adalah (KA14-16). Harga jagung saat ini untuk (KA14-16) jumlah partai
besar, pada posisi harga Rp. 4.200,-/kg (harga yang cukup mahal). Harga
jagung (KA14-16) yang wajar untuk meningkatkan daya saing perunggasan Nasional
adalah pada posisi Rp. 3.300,-/kg. Untuk mecapai harga tersebut, Pemerintah
harus mampu menurunkan harga pupuk, harga bibit serta meningkatkan
produktifitas lahan dan tanaman dengan pemupukan organik dan penerapan pola
intensifikasi.
Karena jarak lahan pertanian yang sangat jauh
kepada lokasi penampung, maka terjadilah rantai penjualan jagung yang panjang,
sehingga petani terpaksa menjual diatas sedikit HPP-nya sehingga keuntungan
yang besar selalu dinikmati oleh pedagang perantara dan terbesar penampung
besar akhir. Selanjutnya, harga produksi di petani selalu sangat berfluktuatif
dalam periode yang sangat pendek dan harga sangat tergantung dengan harga yang
ditetapkan pembeli pabrikan bersama para tengkulak (broker).
Selama ini, petani jagung menjual jagungnya
kepada padagang pengumpul kecamatan lalu dijual kepada pedagang pengumpul
(memiliki Corndrier dan Silo didaerah) selanjutnya menjualnya kepada para
pabrikan pakan ternak (PMT).
Petani di beberapa daerah tidak memiliki akses
informasi yang baik, tentang waktu tanam yang tepat, info harga penen,
akibatnya usaha pertanian didesa tidak dilakukan melalui sebuah perencanaan
yang baik dan matang. Karena organisasi Koperasi belum berjalan, akibatnya daya
tawar petani sangat lemah dan sekaligus tidak memiliki kemampuan simpan disaat
harga jagung murah, dalam kondisi seperti hal ini, Bank Daerah bisa mendukung
para petani ini. Diharapkan dapat direalisasikan kebutuhan jagung 8,5 juta ton
disektor peternakan tersebut merujuk pada produksi pakan ternak tahun 2017 yang
diprediksi bisa mencapai 17 juta ton.
Diharapkan dengan Permentan No.57 Tahun 2015,
Bulog bisa menjadi lembaga yang berwibawa berperan utama dalam menstabilkan
harga komoditi jagung serta beras dan sekaligus befungsi sebagai katup
pengontrol dalam importasi komoditi pertanian termasuk menjaga kelangsungan
swasembada jagung nasional.
5. Perunggasan Nasional dan Strategi Jagungnisasi
yang berdaya saing tinggi.
Jika perunggasan
Indonesia ingin bertahan dan dapat berdaya saing tinggi dengan semua negara
dunia, seharusnya ada upaya kuat untuk membenahi penekanan harga jagung hingga
pada posisi harga yang sangat wajar didalam mendukung peningkatan daya saing
internasional. Posisi harga jagung yang wajar ini bisa mendatangkan keuntungan
yang cukup menarik bagi para petani jagung. Mengingat didalam komposisi pakan
unggas dominasi jagung menduduki 53%-55% disamping bahan lainnya. Kemudian
harga pokok produksi (HPP) unggas baik ayam pedaging dan ayam petelur, pakan
memiliki posisi 70%. Oleh karena itu, strategi memurahkan harga jagung akan
sangat mendukung peningkatan daya saing perunggasan Nasional. Oleh karena itu,
posisi jagung sangat strategis didalam bisnis perunggasan Nasional baik untuk
tujuan export maupun kebutuhan dalam negeri. Indonesia sebenarnya sangat mampu
melaksanakan upaya seperti ini.
Apalagi harapan
capaian produksi jagung Nasional tahun 2017 ditetapkan pemerintah sebesar 24
juta ton pipil kering dengan luas areal yang semakin bertambah 4 juta hektar.
Diharapkan tahun 2017 ini Indonesia bisa mencapai swasembada jagung.
Solusi :
1. Perlu revitalisasi kesuburan tanah,
pembenah tanah (soil conditioner-soil
reparation) disebagian besar wilayah pertanian pangan Nasional dengan
menggunakan methode segera meninggalkan pemupukan kimia anorganik dan kembali
membudayakan penggunaan pupuk organik yang lebih alami, serta Kohe (kotoran
hewan) yang bersifat memperbaiki jasad renik lahan pertanian untuk
mengembalikan kepada potensi tanah yang subur.
2. Sudah saatnya Pemerintah menggunakan pupuk
organik yang berkualitas
dengan meninggalkan pupuk kimia anorganik agar terjadi revitalisasi lahan
pertanian dan mendukung produktifitas tanaman, serta dapat meningkatkan
pendapatan para petani.
3. Perbenihan untuk pertanian Nasional perlu
di perbaiki lagi UU-nya
terutama UU No. 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU PVT),
UU No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No.4/2006 tentang Perjanjian
mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian/SDGTPP,
sehingga UU tersebut lebih menunjukkan kewibawaan dari kedaulatan Rakyat serta
memihak kepada para petani Nasional sehingga para petani akan selalu
mendapatkan benih yang dijamin berkualitas prima yang selaras dengan upaya
pembenahan lahan (soil reparation) dengan pupuk organik.
4. Perlu intensifikasi pertanian dan
organisasi Petani di semua daerah, sehingga petani melalui organisasi Koperasi memiliki daya tawar yang
tinggi, selanjutnya hasil panen para petani dapat disimpan melalui corndrier
kedalam silo-silo dalam beberapa periode dengan back-up Bank Daerah untuk
antisipasi harga jagung yang murah. Selanjutnya mata rantai pemasaran perlu
diperpendek yaitu dari Koperasi Petani budidaya kepada pengumpul Koperasi
CornDrier.
5.Bulog berdasarkan Permentan
No.57/2015 juga diwajibkan
membangun berbagai Silo dan Corndrier (bisa sekaligus pengering Padi dan
Jagung) di beberapa daerah potensial untuk menjaga kualitas dan tingkat
kekeringan jagung pipil dari masyarakat petani jagung. Sehingga dengan adanya
BULOG, ada kepastian pasar bagi para petani Jagung. (Ashwin Pulungan)
0 Response to "Permasalahan Subsistem Agribisnis Pertanian Tanaman Jagung di Indonesia"
Post a Comment