Permasalahan Subsistem Agribisnis Pertanian Tanaman Jagung di Indonesia



Permasalahan Subsistem Agribisnis Pertanian Tanaman Jagung di Indonesia

5 Tanaman Jagung (Manfaat dan cara budidaya)

Baru baru ini, terdapat permasalahan inti yang dialami oleh semua para petani dilokasi pertaniannya masing masing. Hal yang sama terjadi juga di berbagai daerah dengan eskalasi permasalahan yang tidak jauh berbeda. Tidak adanya kemampuan solusi yang cepat atas permasalahan inilah, yang menyebabkan rendahnya produktifitas lahan dan tanaman sehingga pendapatan para petani selalu pada posisi rendah dan bahkan selalu merugi. Hal ini diperparah lagi  dengan faktor paska panen petani dimana harga sering jatuh atas permainan kualifikasi serta persediaan hasil panen dari para tengkulak dan penampung.Menurut beberapa penelitian dari para pakar tanaman,pada umumnya tanaman Jagung tidak bisa sepenuhnya menyerap 100% pupuk kimia anorganik.Selalu akan ada residu atau sisanya yang tidak terserap,apalagi banyak petani merasa dan berpendapat dengan pemberian pupuk melebihi takaran,malah bisa lebih produktif tanamannya.Hal ini adalah salah. Bagian sisa-sisa pupuk kimia yang tertinggal didalam tanah ini, apabila telah terkena air dalam periode lama, akan terjadi proses mengikat tanah seperti layaknya lem/semen.
Terjadinya kekeringan, pada tanah tersebut, akan terjadi perlengketan yang memadat satu dengan lain (alias tidak gembur lagi), dan tanah pun menjadi mengeras. Bisa dibayangkan jika pemupukan kimia dilakukan selama berpuluh tahun tanpa ada pertukaran dari budaya pupuk kimia dengan pupuk organik. Dipastikanlah anakan semakin kurus dan ketergantungan dengan pupuk kimia akan semakin membesar disinilah keterjebakan para petani dengan pupuk kimia sehingga seperti menjadi pupuk narkoba ada ketergantungan dan ketagihan.
Selain keras memadat dan tidak gembur, tanah juga menjadi meningkat keasamannya. Kondisi ini berdampak untuk membuat organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme penyubur tanah) menjadi mati atau berkurang populasinya. Berbagai jenis binatang yang bersifat menggemburkan tanah seperti cacing tidak dapat lagi hidup pada habitat tanah tersebut dan akan kehilangan unsur alamiahnya. Bila ini yang terjadi, maka tanah tidak akan bisa menyediakan berbagai  unsur makanan secara mandiri lagi, yang akhirnya akan menjadi sangat bergantung selanjutnya kepada pupuk tambahan, yaitu pupuk kimia anorganik.

1. Permasalahan lahan yang sudah kritis dan miskin unsur hara tanah.
Terutama lahan tanah tanaman Jagung di Pulau Jawa, karena sudah sangat sering menggunakan pupuk kimia anorganik, mengakibatkan unsur hara tanah semakin miskin dan banyak jasad renik tanah yang mati. Dampaknya adalah tanah semakin asam serta perlu pengapuran dan bahan lainnya dalam jumlah besar yang berimbang serta treatment rekondisi tanah dengan pupuk organik agar tanah dapat menghidupkan kembali jasad renik yang ada didalam tanah yang sangat diperlukan oleh tanaman.
Pernyataan beberapa orang pengamat pertanian, beserta beberapa data yang ada, bahwa luas lahan kritis termasuk lahan pertanian Jagung di Pulau Jawa saat ini mencapai 1.583.000 Hektare (340.000 Ha di Jabar, 634.000 Ha di Jateng, 609.000 Ha di Jatim) dari total luas Pulau Jawa 13 Juta Ha dan sebagian kecil di antaranya berada di kawasan hutan milik Perhutani.
Pertanian Nasional sudah terjebak didalam pemupukan kimia anorganik yang berdampak kepada percepatan degradasi kesuburan lahan pertanian. Sedangkan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sebagai pembanding, telah terjadi penurunan rata-rata secara berkesinambungan produktivitas lahan sawah di Propinsi Jawa Barat sebesar 0,755 Ton/Ha. Semua ini bisa terjadi karena berbagai permasalahan, terutama budaya penggunaan pupuk kimia yang sudah terlalu lama berlangsung. Dan ini adalah pola dan cara pemupukan yang sangat salah jika tidak ada sama sekali upaya pemupukan dengan unsur organik secara berjangka panjang.
Keterjebakan para petani diseluruh Indonesia, adalah dibangunnya beberapa pabrik pupuk kimia oleh Pemerintah dan tentu hasil produksinya perlu penyerapan dari konsumen petani. Akibatnya terjadi berbagai cara transaksi kepentingan sebagai pendekatan proyek distribusi pupuk antara pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi. Disamping itu, para petani yang selalu terjebak dan korban dengan hanya mau menggunakan pupuk kimia serta didukung oleh para PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang juga menjadi pendorong budaya penggunaan pupuk kimia anorganik. Dari data resmi Pupuk Indonesia, pabrikan pelat merah saat ini memiliki total kapasitas produksi per tahun mencapai 13,1 juta ton dan ada program peningkatan jumlah produksi selanjutnya.
Untuk dapat memperbaiki segera lahan pertanian yang sudah kritis dan miskin unsur hara, diperlukan keberanian dari semua pihak untuk out of the box yaitu meninggalkan pemupukan kimia anorganik dan kembali menggunakan pupuk organik yang lebih alami. Disamping itu, untuk mereparasi lahan pertanian (soil reparation), dibutuhkan program penggapuran dan pemberian tepung belerang yang berimbang (untuk menurunkan pH tanah yang semula tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan tingkat kegaraman tanah) secara berimbang dan terukur sesuai dengan kondisi dan lokasi lahan pertaniannya.

2. Permasalahan Pupuk.
Setiap ada pengolahan sebuah hamparan lahan pertanian, selalu diperlukan periode perlakuan pemupukan yang berimbang. Harapan dari cara dan proses pemupukan tersebut adalah adanya hasil pertanian dan produktifitas tanaman jagung yang bisa mencapai target sesuai maksimalisasi produktif kemampuan tanaman Jagung. Pemupukan bisa dilakukan dengan pupuk kimia (anorganik) atau pupuk non kimia (organik) yang masing masing memiliki kelebihan dan kelemahannya.
Biasanya dalam jangka pendek, pupuk kimia memang sangat mampu untuk bisa mempercepat masa tanam karena kandungan haranya bisa diserap langsung oleh tanah dan tanaman, namun di sisi lain bila penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang, justru akan menimbulkan dampak yang sangat negatif kepada tanah dan tanaman Jagung.

Berbagai upaya pemupukan yang dilakukan, merupakan bagian ikhtiar para petani jagung untuk pengelolaan kesuburan tanah. Jika hanya mengandalkan sediaan hara dari tanah apa adanya, tanpa penambahan unsur hara lainnya, produk pertanian akan semakin merosot. Hal ini disebabkan ketimpangan antara pasokan dan persediaan unsur hara serta kebutuhan tanaman akan unsur hara. Hara yang ada didalam tanah, secara berangsur-angsur selalu akan berkurang karena diserap oleh tanaman bersama hasil panen disamping ada pemanasan dan penguapan. Pengelolaan, pengolahan hara tanah yang terpadu antara pemberian pupuk organik dan pembenah akan meningkatkan efektivitas penyediaan hara, serta menjaga mutu tanah agar tetap berfungsi secara lestari. Serta tanamanpun akan mendapatkan asupan nutrisi yang cukup dalam produktifitasnya.

Tujuan utama pemupukan yang tepat dan berimbang adalah untuk menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk mendukung pertumbuhan tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen yang diharapkan. Penggunaan pupuk yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk dalam bentuk dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Tanaman dapat menggunakan pupuk secara optimum hanya pada perakaran aktif, tetapi sangat sukar menyerap hara dari lapisan tanah yang kering atau padat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir dan diprediksi berdasarkan kenaikan bobot kering tanaman atau kemampuan serapan hara terhadap satuan hara yang ditambahkan dalam pupuk tersebut pada kondisi lahan yang subur serta kondusif cukup unsur hara dan nutrisi.

Pemberian bahan unsur hara adalah untuk memperbaiki suasana dan kondisi tanah, baik fisik, kimia atau biologisnya yang kita sebut dengan pembenahan tanah. Bahan-bahan tersebut termasuk mulsa (pengawet lengas tanah, penyangga temperatur), pembenah tanah (soil conditioner, untuk memperbaiki struktur tanah), pengapuran tanah pertanian (untuk bisa menaikkan pH tanah yang terlalu rendah, atau untuk mengatasi kemungkinan adanya keracunan Al dan Fe), unsur tepung belerang (untuk menurunkan pH tanah yang semula tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan tingkat kegaraman tanah). Rabuk (pupuk) kandang dan hijauan, kompos, pupuk organik cair dibaurkan ke dalam tanah adalah dengan maksud pemupukan berimbang dalam tujuan pembenah dan perbaikan tanah pertanian. Saat ini sebagian besar petani belum menerapkan prinsip pemupukan sesuai rekomendasi sehingga produktivitas hasil tidak maksimal sesuai potensi tanaman.

Permasalahan lain, yaitu keterbatasan modal dan ketersediaan pupuk tepat waktu dan tepat jumlah. Terkait dengan permodalan, sebagian besar petani jagung masih menggunakan modal sendiri belum ada dukungan dari perbankan atau lembaga permodalan lainnya. Akibatnya, petani memupuk sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sementara itu, di sejumlah daerah distribusi pupuk juga masih belum lancar sehingga sering terjadi pupuk tidak tersedia pada saat diperlukan. Akibatnya, terjadi rekayasa (mark-up) jumlah anggota kelompok didalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), sehingga jumlah pupuk bersubsidi bisa terpenuhi. Sering terjadinya kondisi ini, menyebabkan produktivitas jagung di tingkat petani masih saja rendah sebagai dampak permasalahan kerusakan kesuburan lahan.
Untuk memperbaiki lahan tanaman, sudah banyak pupuk organik yang telah teruji dilapangan serta handal didalam memperbaiki unsur hara tanah serta mendukung produktifitas tanaman. Persediaannya juga sangat banyak tidak sesulit proses pengadaan pupuk bersubsidi. Harga rataan pupuk organik cair 1 Liter setara 1 ton pupuk kandang, hanya sebanyak 40 liter/Ha pada harga a Rp. 77.000,-/Liter kisaran Rp.3.080.000,-/Ha dan ditambah dengan KOHE (Kotoran Hewan) sebanyak 45 Ton/Ha. Kapur sebanyak 6,5 ton tergantung angka keasaman tanah dengan deteksi tester.

3. Permasalahan Benih tanaman Jagung.
Tidak hanya di Indonesia, bahwa beberapa perusahaan besar sudah menguasai bibit/benih tanaman Jagung. Bahkan di dunia sampai saat ini, para petani Jagung adalah sering menjadi korban dari sebuah perseteruan penguasaan dari beberapa perusahaan besar atas benih.
Pertanian dari sebuah negara, bisa terancam oleh industri yang ingin menguasai benih dengan segala cara karena benih sudah dimonopoli oleh hanya beberapa perusahaan saja, sebaiknya kita dapat menggunakan maksimal 4-5 merek benih terbaik saja. Oleh karena itu, banyak para petani sangat bergantung pada benih-benih dari penguasaan beberapa perusahaan besar tersebut yang sudah merupakan bagian dari pangan utama manusia. Makanya diperlukan regulasi yang berkeadilan yang bisa memberi keamanan bagi setiap petani Jagung.
Hal terpenting dalam industri benih Jagung, adalah memanfaatkan para ahli genetik, teknologi hibrida, dan agrokimia, jika ingin menguasai benih dalam tujuan meningkatkan keuntungan para perusahaan industri benih dan berbagai cara untuk bisa memaksa secara tidak langsung para petani sebagai konsumen tetap mereka dan tergantung pada benih industri mereka.
Sebenarnya industri benih telah merampas benih petani dan melakukan manipulasi terhadap benih tersebut, menandai dan mematenkannya, sehingga memaksa, para petani dari seluruh dunia, untuk membeli benih baru dari industri disetiap tahunnya.
Petani tidak bisa lagi menyimpan dan menyeleksi benih dari hasil panennya untuk ditanam di tahun yang akan datang. Dengan metode hibrida yang tidak bisa diproduksi kembali oleh para petani, dan hak kekayaan industri atas benih berupa paten atau sertifikasi varietas tanaman, yang dipaksakan melalui perjanjian internasional dan hukum Nasional. Tindakan ini sudah merupakan bentuk pencurian, karena semua benih industri pada kenyataannya adalah hasil dari seleksi selama ribuan tahun dan telah dimuliakan dan dipelihara oleh para petani, serta kini, diambil alih hak patennya oleh perusahaan industri benih.
Perusahaan benih secara UU memiliki otoritas mengendalikan, membangun monopoli dan merampas kesejahteraan petani, pemerintah yang melayani mereka, menempatkan pangan untuk manusia dan pertanian dalam kondisi yang beresiko. Segenggam varietas yang memiliki sifat genetik seragam telah menggantikan ribuan varietas lokal, mengikis keanekaragaman genetik yang bertahan dalam sistem pangan petani.
Indonesia telah terjebak dalam skema perusahaan-perusahaan multinasional di bidang pertanian dan pangan yang berlindung di balik kekuatan kapitalisme global. Misalnya, dalam hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan, namun pemerintah masih harus memenuhi proses penelitian yang memakan waktu lama untuk memperoleh data sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati, sehingga akibatnya, produk yang dihasilkan dari penelitian pemerintah, belum dapat dilepas ke publik atau ke petani. (pendapat dari Dr.Arif Zulkifli Nasution).
Selanjutnya, didalam kenyataannya, pemerintah didalam pengadaan benih bagi petani selalu ditenderkan per kebutuhan wilayah dengan harga yang ditekan sesuai dengan program patokan pemerintah. Akibatnya, terjadi permainan kualifikasi benih yang tidak sesuai lagi dengan kualifikasi bibit unggul dan yang terjadi serta diterima para petani adalah benih F2, F3 dan merupakan ledekan petani adalah benih F16 kata mereka.
Bantuan Benih Jagung Hibrida Umum adalah hasil produksi perusahaan nasional dan multinasional yang jumlahnya maksimal 60% dari total program bantuan benih jagung tahun 2017. Tingkat penggunaan benih unggul yang masih rendah ini antara lain disebabkan harga benih jagung hibrida relatif tinggi sehingga tidak terjangkau oleh sebagian besar petani. Rataan benih jagung yang direkomendasi pemerintah dalam 1 Ha adalah 15 Kg.

4. Permasalahan Pemasaran hasil pertanian.
Hasil produksi petani selalu belum memenuhi kualifikasi yang baik, hal ini terjadi karena pertanian kita belum intensif terorganisir diberbagai desa. Seperti pertanian jagung hasil per Ha selalu tidak stabil dan rataan 6-7 Ton/Ha diberbagai daerah hanya pada kisaran hasil jagung kering pipil kadar air (KA18-24) sehingga harga ketika panen juga akan menurun, sedangkan yang diterima dengan harga tinggi di penampung (Corn Drier) adalah (KA14-16). Harga jagung saat ini untuk (KA14-16) jumlah partai besar, pada posisi harga Rp. 4.200,-/kg (harga yang cukup mahal). Harga jagung (KA14-16) yang wajar untuk meningkatkan daya saing perunggasan Nasional adalah pada posisi Rp. 3.300,-/kg. Untuk mecapai harga tersebut, Pemerintah harus mampu menurunkan harga pupuk, harga bibit serta meningkatkan produktifitas lahan dan tanaman dengan pemupukan organik dan penerapan pola intensifikasi.

Karena jarak lahan pertanian yang sangat jauh kepada lokasi penampung, maka terjadilah rantai penjualan jagung yang panjang, sehingga petani terpaksa menjual diatas sedikit HPP-nya sehingga keuntungan yang besar selalu dinikmati oleh pedagang perantara dan terbesar penampung besar akhir. Selanjutnya, harga produksi di petani selalu sangat berfluktuatif dalam periode yang sangat pendek dan harga sangat tergantung dengan harga yang ditetapkan pembeli pabrikan bersama para tengkulak (broker). 

Selama ini, petani jagung menjual jagungnya kepada padagang pengumpul kecamatan lalu dijual kepada pedagang pengumpul (memiliki Corndrier dan Silo didaerah) selanjutnya menjualnya kepada para pabrikan pakan ternak (PMT).
Petani di beberapa daerah tidak memiliki akses informasi yang baik, tentang waktu tanam yang tepat, info harga penen, akibatnya usaha pertanian didesa tidak dilakukan melalui sebuah perencanaan yang baik dan matang. Karena organisasi Koperasi belum berjalan, akibatnya daya tawar petani sangat lemah dan sekaligus tidak memiliki kemampuan simpan disaat harga jagung murah, dalam kondisi seperti hal ini, Bank Daerah bisa mendukung para petani ini. Diharapkan dapat direalisasikan kebutuhan jagung 8,5 juta ton disektor peternakan tersebut merujuk pada produksi pakan ternak tahun 2017 yang diprediksi bisa mencapai 17 juta ton.

Diharapkan dengan Permentan No.57 Tahun 2015, Bulog bisa menjadi lembaga yang berwibawa berperan utama dalam menstabilkan harga komoditi jagung serta beras dan sekaligus befungsi sebagai katup pengontrol dalam importasi komoditi pertanian termasuk menjaga kelangsungan swasembada jagung nasional.

5. Perunggasan Nasional dan Strategi Jagungnisasi yang berdaya saing tinggi.
Jika perunggasan Indonesia ingin bertahan dan dapat berdaya saing tinggi dengan semua negara dunia, seharusnya ada upaya kuat untuk membenahi penekanan harga jagung hingga pada posisi harga yang sangat wajar didalam mendukung peningkatan daya saing internasional. Posisi harga jagung yang wajar ini bisa mendatangkan keuntungan yang cukup menarik bagi para petani jagung. Mengingat didalam komposisi pakan unggas dominasi jagung menduduki 53%-55% disamping bahan lainnya. Kemudian harga pokok produksi (HPP) unggas baik ayam pedaging dan ayam petelur, pakan memiliki posisi 70%. Oleh karena itu, strategi memurahkan harga jagung akan sangat mendukung peningkatan daya saing perunggasan Nasional. Oleh karena itu, posisi jagung sangat strategis didalam bisnis perunggasan Nasional baik untuk tujuan export maupun kebutuhan dalam negeri. Indonesia sebenarnya sangat mampu melaksanakan upaya seperti ini.  
Apalagi harapan capaian produksi jagung Nasional tahun 2017 ditetapkan pemerintah sebesar 24 juta ton pipil kering dengan luas areal yang semakin bertambah 4 juta hektar. Diharapkan tahun 2017 ini Indonesia bisa mencapai swasembada jagung.

Solusi :
1. Perlu revitalisasi kesuburan tanah,
 pembenah tanah (soil conditioner-soil reparation) disebagian besar wilayah pertanian pangan Nasional dengan menggunakan methode segera meninggalkan pemupukan kimia anorganik dan kembali membudayakan penggunaan pupuk organik yang lebih alami, serta Kohe (kotoran hewan) yang bersifat memperbaiki jasad renik lahan pertanian untuk mengembalikan kepada potensi tanah yang subur.

2. Sudah saatnya Pemerintah menggunakan pupuk organik yang berkualitas dengan meninggalkan pupuk kimia anorganik agar terjadi revitalisasi lahan pertanian dan mendukung produktifitas tanaman, serta dapat meningkatkan pendapatan para petani.

3. Perbenihan untuk pertanian Nasional perlu di perbaiki lagi UU-nya terutama UU No. 29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU PVT), UU No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No.4/2006 tentang Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian/SDGTPP, sehingga UU tersebut lebih menunjukkan kewibawaan dari kedaulatan Rakyat serta memihak kepada para petani Nasional sehingga para petani akan selalu mendapatkan benih yang dijamin berkualitas prima yang selaras dengan upaya pembenahan lahan (soil reparation) dengan pupuk organik.

4. Perlu intensifikasi pertanian dan organisasi Petani di semua daerah, sehingga petani melalui organisasi Koperasi memiliki daya tawar yang tinggi, selanjutnya hasil panen para petani dapat disimpan melalui corndrier kedalam silo-silo dalam beberapa periode dengan back-up Bank Daerah untuk antisipasi harga jagung yang murah. Selanjutnya mata rantai pemasaran perlu diperpendek yaitu dari Koperasi Petani budidaya kepada pengumpul Koperasi CornDrier.

5.Bulog berdasarkan Permentan No.57/2015 juga diwajibkan membangun berbagai Silo dan Corndrier (bisa sekaligus pengering Padi dan Jagung) di beberapa daerah potensial untuk menjaga kualitas dan tingkat kekeringan jagung pipil dari masyarakat petani jagung. Sehingga dengan adanya BULOG, ada kepastian pasar bagi para petani Jagung. (Ashwin Pulungan)


0 Response to "Permasalahan Subsistem Agribisnis Pertanian Tanaman Jagung di Indonesia"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel